Asma
1.
pengertian
• Asma adalah keadaan klinis yang
ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di
mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang. (Sylvia Anderson (1995 :
149)
• Asma adalah radang kronis pada jalan
nafas yang berkaitan dengan obstruksi reversible dari spasme, edema, dan
produksi mucus dan respon yang berlebihan terhadap stimuli. (Varney, Helen.
2003)
•
Asma merupakan peradangan kronik saluran nafas dengan
herediter utama. Peningkatan respon saluran nafas dan peradangan berhubungan
dengan gen pada kromosom 5, 6, 11, 12, 14, & 16 termasuk reseptor IgE yang
afinitasnya tinggi, kelompok gen sitokin dan reseptor antigen T-cell sedangkan
lingkungan yang menjadi allergen tergantung individu masing-masing seperti
influenza atau rokok. Asma merupakan obstruksi saluran nafas yang reversible
dari kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi mukus dan edem mukosa. Terjadi
peradangan di saluran nafas dan menjadi responsive terhadap beberapa rangsangan
termasuk zat iritan, infeksi virus, aspirin, air dingin dan olahraga. Aktifitas
sel mast oleh sitokin menjadi media konstriksi bronkus dengan lepasnya
histamine, prostaglandin D2 dan leukotrienes. Karena prostaglandin seri F dan
ergonovine dapat menjadikan asma, maka penggunaannya sebagai obat – obat
dibidang obstetric sebaiknya dapat dihindari jika memungkinkan.
•
Perjalanan asma selama kehamilan sangatlah bervariasi bisa tidak ada perubahan, bertambah
buruk atau malah membaik dan akan kembali ke kondisi seperti sebelum hamil
setelah tiga bulan melahirkan
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita
tidaklah sama, bahkan pada seseorang penderita asma serangannya tidak sama pada
kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan muncul pada usia
kehamilan 24 – 36 minggu, dan akan berkurang pada akhir kehamilan.
•
Pada asma yang
tidak terkontrol selama kehamilan akan mempunyai efek yang serius baik bagi ibu
maupun bagi janin. Komplikasi untuk ibu pada asma yang tidak terkontrol adalah
kemungkinan pre-eklampsia, eklampsia, perdarahan vagina dan persalinan
premature, sedangkan komplikasi terhadap bayi adalah intra uterine growth
retardation, bayi premature dan meningkatkan kemungkinan resiko kematian
perinatal. Oleh karenanya pasien hamil dengan asma harus dianggap sebagai
pasien dengan kehamilan resiko tinggi. Tujuan penatalaksanaan pasien asma dalam
kehamilan harus meliputi : pencegahan eksaserbasi akut, mengontrol symptoms,
mengurangi inflamasi saluran nafas, memelihara fungsi paru rata – rata
mendekati normal.
2.
Perubahan sistem pernafasan selama kehamilan disebabkan
a.
Perubahan hormonal
v Volume tidal meningkat dari 450 cc
menjadi 600 cc sehingga terjadi peningkatan ventilasi per menit. Peningkatan
volume tidal ini diduga disebabkan oleh efek progesteron terhadap resistensi
saluran nafas dan dengan meningkatkan sensitifitas pusat pernafasan terhadap
karbondioksida.
b. Faktor Mekanik
-
Kehamilan membesar
-
Peningkatan diafragma terutama setelah
TMT II
-
Turunnya kapasitas residu fungsional
-
Pola pernapasan berubah dari pernapasan
abdomen menjadi torakal sehingga kebutuhan O2 maternal meningkat
Gejala Asma
•
Mulai dari wheezing - bronkokonstriksi
berat.
•
Hipoksia ringan dikompensasi dengan
hiperventilasi. Tanda gagal napas : asidosis, hiperkapnea, adanya pernapasan
dalam, takikardi, pulsus paradoksus, ekspirasi memanjang, penggunaan otot
asesoris pernapasan, sianosis sentral, sampai gangguan kesadaran.
•
Manifestasi klinis asma yaitu dispnea,
kesesakan dada, wheezing, dan batuk malam hari. Pasien melaporkan gejala
seperti gangguan tidur dan nyeri dada.
•
Batuk yang memicu spasme dapat
BERBAHAYA.
•
Beberapa penderita asma hanya dimulai
wheezing tanpa batuk.
•
Beberapa yang lain tidak pernah
wheezing tetapi hanya batuk selama serangan terjadi.
•
Selama serangan asma, mukus menjadi
kering dan sukar.
DERAJAT ASMA
•
TINGKAT PERTAMA
secara
klinis normal, tetapi asma timbul jika ada faktor pencetus
•
TINGKAT KEDUA
penderita
asma tidak mengeluh dan pada pemeriksaan fisik tanpa kelainan tetapi fungsi
parunya menunjukkan obstruksi jalan nafas
•
TINGKAT KETIGA
penderita
tidak ada keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun maupun fungsi paru
menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
•
TINGKAT KEEMPAT
penderita
mengeluh sesak nafas, batuk dan nafas berbunyi.Pada pemeriksaan fisik maupun
spirometri akan dijumpai tanda-tanda obstruksi jalan napas.
•
TINGKAT KELIMA
status
asmatikus, yaitu suatu keadaan darurat medik berupa serangan akut asma yang
berat, bersifat refrakter terhadap pengobatan yang biasa dipakai.
Modifikasi asma berdasarkan National Asthma Education
Program (NAEPP)
• Asma Ringan
-
Singkat (< 1 jam ) eksaserbasi symptomatic < dua
kali/minggu
-
Puncak aliran udara
ekspirasi > 80% diduga akan tanpa gejala
• Asma Sedang
-
Gejala asma kambuh >2 kali / mingggu
-
Kekambuhan mempengaruhi aktivitasnya
-
Kekambuhan mungkin berlangsung berhari-hari
-
Kemampuan puncak ekspirasi /detik dan kemampuan volume
ekspirasi berkisar antara 60-80%.
• Asma Berat
-
Gejala terus menerus menganggu aktivitas sehari-hari
-
Puncak aliran ekspirasi dan kemampuan volume ekspirasi
kurang dari 60% dengan variasi luas
-
Diperlukan kortikosteroid oral untuk menghilangkan gejala.
Pemeriksaan Asma Terhadap Ibu Hamil
1. Riwayat Asma
Pasien dengan riwayat asma yang telah berlangsung sejak lama ditanya sejak
kapan, derajat serangan-serangan sebelumnya. Penggunaan kortikosteroid yang
telah lalu, riwayat sering dirawat di rumah sakit, riwayat ventilasi mekanik
yang pernah dialami, atau perawatan di ruang rawat darurat yang baru dialami
dapat memberikan petunjuk bagi adanya serangan lebih parah atau membandel yang
membutuhkan perawatan di rumah sakit.
2. Pemeriksaan Fisik
Serangan yang parah dicurigai dari adanya sesak nafas pada waktu istirahat,
kesulitan mengucapkan kalimat, diaforesis atau penggunaan otot-otot pernafasan
tambahan. Kecepatan respirasi lebih besar dari 30 kali/menit, nadi berdenyut
lebih cepat dari 120 kali/menit dan pulsus paradoksus yang lebih besar dari 18
mmHg menunjukkan serangan berat yang berbahaya.
Gejala yang ditemui : wheezing sedang sampai bronkokonstriksi berat.
Bronkospasme akut dapat bergejala obstruksi saluran nafas dan menurunnya aliran
udara. Kerja system pernafasan menjadi meningkat drastis dan pada pasien dapat
dilihat gerakan dada yang tertinggal, wheezing atau kesukaran bernafas.
Peristiwa berikutnya pada refleks oksigen primer terjadi reflek ventilasi
perfusi yang tidak sepadan karena distribusi dari saluran udara (bronchus) secara
merata tidak terjadi.
Adapun tingkatan klinik asma dapat
dilihat pada table berikut dibawah ini
·
Tingkatan PO2 PCO2 pH FEV1
·
(% predicted)
·
Alkalosis respiratori sedang Normal ↓ ↑ 65 – 80
·
Alkalosis respiratori ↓ ↓ ↑ 50 – 64
·
Tingkat waspada ↓ Normal Normal 35 – 49
·
Asidosis respiratori ↓ ↑ ↓ < 35
Pada kasus asma sedang, hipoksia pada
awalnya dapat dikompensasi oleh hiperventilasi, sebagai refleksi dari PO2
arteri normal, menurunnya PCO2 dan alkalosis respiratori. Akibat penyempitan
saluran udara yang bertambah berat gangguan ventilasi perfusi menjadi bertambah
berat juga dan arterial hipoksemi terjadi. Pada obstruksi berat, ventilasi
menjadi berat karena fatigue menjadikan retensi CO2.Pada hiperventilasi,
keadaan ini hanya dapat dilihat sebagai PCO2 arteri yang berubah menjadi
normal. Akhirnya pada obstruksi berat yang terjadikegagalan pernafasan dengan
karakteristik hiperkapnia dan asidemia.
Walaupun perubahan ini bersifat reversibel dan dapat ditoleransi pada wanita
tidak hamil namun, setiapa awal derajat tingkatan asma sangat berbahaya untuk
wanita hamil dan bayinya. Penurunan kapasitas fungsi residu dan peningkatan
efektif shunt menyebabkan wanita hamil lebih rentan terhadap hipoksia dan
hipoksemia.
3. Pemeriksaan Fungsi Paru
Pemeriksaan fungsi paru seringkali normal dalam masa remisi. Selama masa
serangan akut dan kadang-kadang ketika tidak ada simptom, volume ekspirasi
paksa dalam satu detik (FEV1) berkurang dan juga kapasitas vital paksa (FVC)
mengalami penurunan yang secara proporsional lebih kecil sehingga perbandingan
FEV1 terhadap FVC menjadi berkurang (< 0,75). Dapat juga dijumpai
hiperinflasi dengan kenaikan volume residual (FRC).
4. Pemeriksaan-pemeriksaan Laboratorium
a. Spirometri
Pengukuran yang objektif terhadap aliran udara sangat penting dalam evaluasi
dan terapi terhadap serangan. Perawatan di rumah sakit dianjurkan bila FEV1
inisial kurang dari 30% dari harga normal atau tidak meningkat hingga paling
sedikit 40% dari harga normal setelah diberikan terapi kuat selama 1 jam.
b. Gas-gas Darah Arteri (GDA)
Ketimpangan ventilasi dan perfusi (ketimpangan V/Q) akibat obstruksi jalan
nafas akan menimbulkan peningkatan selisih tekanan oksigen alveolar-arterial
[P(A-a) O2] yang berkorelasi secara kasar dengan keparahan serangan. Tekanan
oksigen arterial (Pa O2) kurang dari 60 mmHg bisa merupakan tanda suatu
serangan akut atau keadaan yang menyulitkan.
Hampir
semua pasien asma yang mengalami serangan ringan hingga sedang-berat akan
mengalami hiperventilasi dan mempunyai tekanan CO2 arterial (Pa CO2) kurang
dari 35 mmHg. Pada serangan berat atau yang berlangsung lama Pa CO2 bisa
meninggi sebagai akibat dari kombinasi obstruksi berat jalan nafas,
perbandingan V/Q yang tinggi menyebabkan peningkatan ventilasi, dan kelelahan
otot-otot pernafasan. Pa CO2 yang meninggi bisa merupakan tanda bagi kegagalan
pernafasan yang sedang mengancam.
Pa CO2 lebih besar dari 40 mmHg yang berkelanjutan dan disertai tanda-tanda
lain asma berat, hendaknya dikelola dalam unit perawatan intensif dengan
evaluasi yang seksama untuk mengetahui perlu tidaknya diberikan intubasi atau
ventilasi mekanik.
c. Foto Thorax
Foto Thorax perlu dilakukan ringan. Pertimbangkan usia kehamilan
Diagnosis dan pemantauan penyakit
Ø Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
episodic obstruksi aliran jalan napas
Ø Derajat asma dikelompokkan berdasarkan frekuensi
dan derajat berat gejalanya, termasuk gejala malam, episode serangan, dan faal
paru.
Ø Pasien asma persisten harus dievaluasi minimal
setiap bulannya selama kehamilan. Evaluasi termasuk riwayat penyakit (frekuensi
gejala, asma malam hari, gangguan aktivitas, serangan dan penggunaan obat ),
auskultasi paru, serta faal paru
Ø Uji spirometri dilakukan pada diagnosis
pertama kali, dan dilanjutkan dengan pemantauan rutin pada kunjungan
pasien selanjutnya, tetapi pengukuran APE dengan peak flow meter biasanya sudah
cukup. Pasien dengan VEP1 60-80% prediksi meningkatkan risiko terjadinya
asma pada kehamilan, dan pasien dengan VEP1 kurang dari 60% prediksi
memiliki risiko yang lebih tinggi
Penatalaksanaan asma pada kehamilan
• Penyesuaian terapi untuk mengatasi
gejala.
• Pengobatan untuk mencegah serangan dan
penanganan dini bila terjadi serangan.
• Pemberian obat sebaiknya inhalasi,
untuk menghindari efek sistemik pada janin.
• Pemeriksaan fungsi paru ibu.
• Pada pasien yang stabil, NST dilakukan
pada akhir trimester II/awal trimester III.
• Konsultasi anestesi untuk persiapan
persalinan.
Penatalaksanaan
asma kronis pada kehamilan harus mencakup :
• Penilaian obyektif fungsi paru dan
kesejahteraan janin
• Menghindari faktor pencetus asma
• Edukasi
• Terapi farmakologi selama kehamilan
(asma intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang, dan asma
persisten berat)
Asuhan kebidanan yang diberikan
1.
Pada kehamilan
Penderita asma di
bawah pengawasan medis sepanjang kehamilannya memiliki kesempatan yang sama
baiknya untuk menjalani kehamilan yang normal, jika asma dalam keadaan
terkendali, hanya memilik sedikit efek pada kehamilan. Tujan utamanya adalah
pencegahan episode hipoksia untuk ib dan janin. Sebagai bidan, kita harus memberikan
edukasi dan nasehat pada pasien untuk menghindari dan mengontrol pencetus asama
( zat alergen, merokok, aspirin, dan aktifitas fisik berlebih). Usahakan untuk
menghindari flu dan infeksi pernapasan lain, serta obati dengan obat yang telah
diresepkan dokter apabila terjadi serangan asma.
2.
Pada persalinan
Diusahakan
persalinan per vaginam. Bila penderita dalam serangan, kala II diperpendek
dengan tindakan vakum/forsep (kolaborasi). Seksio dilakukan hanya indikasi
obstetri.
(Fadlun dan Achmad Feryanto:2011)
Penatatalaksanaan pada pasien yang mengalam serangan asma disesuaikan dengan derajat
1.
Serangan asma
ringan
Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjakan dengan respon yang
baik berarti derajat serangannya
ringan.Pasien diobservasi selama 1-2 jam,jika respon tersebut bertahan berarti
serangan telah berakhir,pasien dapat dipulangkan dan dibekali obat agonos
(hirupan atau oral) dan diberi tiap 4-6 jam.Jika pencetus serangannya adalah
virus dapat ditambahkan steroid oral
dalam jangka pendek 3-5 hari.
2.
Serangan asma
sedang
Jika dengan pemberian nebulisasi
2-3 kali,pasien
hanya menunjukan respon parsian,kemungkinan derajat serangannya sedang.untuk
itu perlu dinilai derajatnya:
Apabla alat nebuliser tidak
tersedia maka sebagai alternatif lain dapat digunakan
spacer yang
dhubungkan
dengan obat
inhler.pada serangan asma ringan dan sedang,metode ini sama
efektifya dengan pmberian nebulisasi,sedangkan pada serangan berat nebuliser
,masih lebih unggul.
3.
Serangan asma berat
Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak
menunjukan respon buruk, yaitu tanda dan gejala masih ada (pemakaian ulang sesuai
pdoman) maka pasien harus dirawat diruang inap.dalam derajat ini pasien harus
segera ditangani dengan pemberian
oksigen.oksgen 2-4 l/menit diberikan
sejak awal harus dberikan termasuk saat
nebulisasi.pasang jarum perenteral dan
lakukan foto toraks.Jika sejak penilaian
awal pasien mengalami serangan berat,nebulisasi perlu dberikan satu kali langsung dengan agonis dan
antikolinergik.
Nebulizer
digunakan
mengarahkan udara atau oksigen dibawah tekanan melalui suatu larutan obat, sehingga
menghasilkan kabut untuk dihirup oleh penderita.
Dosen : Kartini, S.SiT. M. Kes
Tugas : Askeb VI Patologi
PENYAKIT YANG
MENYERTAI KEHAMILAN DAN PERSALINAN
“ASMA”
OLEH :
YULI ANDRIANI H
ERVINA NOVITASARI
SALBIAH
NURHIJRAH
AKADEMI KEBIDANAN
PELITA IBU
KENDARI
2012