Entri Populer

Rabu, 13 Juni 2012

Asma pada kehamilan dan persalinan


Asma
1.         pengertian
    Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas terhadap berbagai rangsang. (Sylvia Anderson (1995 : 149)
    Asma adalah radang kronis pada jalan nafas yang berkaitan dengan obstruksi reversible dari spasme, edema, dan produksi mucus dan respon yang berlebihan terhadap stimuli. (Varney, Helen. 2003)
    Asma merupakan peradangan kronik saluran nafas dengan herediter utama. Peningkatan respon saluran nafas dan peradangan berhubungan dengan gen pada kromosom 5, 6, 11, 12, 14, & 16 termasuk reseptor IgE yang afinitasnya tinggi, kelompok gen sitokin dan reseptor antigen T-cell sedangkan lingkungan yang menjadi allergen tergantung individu masing-masing seperti influenza atau rokok. Asma merupakan obstruksi saluran nafas yang reversible dari kontraksi otot polos bronkus, hipersekresi mukus dan edem mukosa. Terjadi peradangan di saluran nafas dan menjadi responsive terhadap beberapa rangsangan termasuk zat iritan, infeksi virus, aspirin, air dingin dan olahraga. Aktifitas sel mast oleh sitokin menjadi media konstriksi bronkus dengan lepasnya histamine, prostaglandin D2 dan leukotrienes. Karena prostaglandin seri F dan ergonovine dapat menjadikan asma, maka penggunaannya sebagai obat – obat dibidang obstetric sebaiknya dapat dihindari jika memungkinkan.
      Perjalanan asma selama kehamilan sangatlah bervariasi bisa tidak ada perubahan, bertambah buruk atau malah membaik dan akan kembali ke kondisi seperti sebelum hamil setelah tiga bulan melahirkan
Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita tidaklah sama, bahkan pada seseorang penderita asma serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan muncul pada usia kehamilan 24 – 36 minggu, dan akan berkurang pada akhir kehamilan.
      Pada asma yang tidak terkontrol selama kehamilan akan mempunyai efek yang serius baik bagi ibu maupun bagi janin. Komplikasi untuk ibu pada asma yang tidak terkontrol adalah kemungkinan pre-eklampsia, eklampsia, perdarahan vagina dan persalinan premature, sedangkan komplikasi terhadap bayi adalah intra uterine growth retardation, bayi premature dan meningkatkan kemungkinan resiko kematian perinatal. Oleh karenanya pasien hamil dengan asma harus dianggap sebagai pasien dengan kehamilan resiko tinggi. Tujuan penatalaksanaan pasien asma dalam kehamilan harus meliputi : pencegahan eksaserbasi akut, mengontrol symptoms, mengurangi inflamasi saluran nafas, memelihara fungsi paru rata – rata mendekati normal.
2.         Perubahan sistem pernafasan selama kehamilan disebabkan
a.   Perubahan hormonal
v Volume tidal meningkat dari 450 cc menjadi 600 cc sehingga terjadi peningkatan ventilasi per menit. Peningkatan volume tidal ini diduga disebabkan oleh efek progesteron terhadap resistensi saluran nafas dan dengan meningkatkan sensitifitas pusat pernafasan terhadap karbondioksida.
b.    Faktor Mekanik
-          Kehamilan membesar
-          Peningkatan diafragma terutama setelah TMT II
-          Turunnya kapasitas residu fungsional
-          Pola pernapasan berubah dari pernapasan abdomen menjadi torakal sehingga kebutuhan O2 maternal meningkat

Gejala Asma

    Mulai dari wheezing - bronkokonstriksi berat.
    Hipoksia ringan dikompensasi dengan hiperventilasi. Tanda gagal napas : asidosis, hiperkapnea, adanya pernapasan dalam, takikardi, pulsus paradoksus, ekspirasi memanjang, penggunaan otot asesoris pernapasan, sianosis sentral, sampai gangguan kesadaran.
    Manifestasi klinis asma yaitu dispnea, kesesakan dada, wheezing, dan batuk malam hari. Pasien melaporkan gejala seperti gangguan tidur dan nyeri dada.
    Batuk yang memicu spasme dapat BERBAHAYA.
    Beberapa penderita asma hanya dimulai wheezing tanpa batuk.
    Beberapa yang lain tidak pernah wheezing tetapi hanya batuk selama serangan terjadi.
    Selama serangan asma, mukus menjadi kering dan sukar.

DERAJAT ASMA
    TINGKAT PERTAMA
        secara klinis normal, tetapi asma timbul jika ada faktor pencetus
    TINGKAT KEDUA
        penderita asma tidak mengeluh dan pada pemeriksaan fisik tanpa kelainan tetapi fungsi parunya menunjukkan obstruksi jalan nafas
    TINGKAT KETIGA
        penderita tidak ada keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik maupun maupun fungsi paru menunjukkan tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
    TINGKAT KEEMPAT
        penderita mengeluh sesak nafas, batuk dan nafas berbunyi.Pada pemeriksaan fisik maupun spirometri akan dijumpai tanda-tanda obstruksi jalan napas.
    TINGKAT KELIMA
        status asmatikus, yaitu suatu keadaan darurat medik berupa serangan akut asma yang berat, bersifat refrakter terhadap pengobatan yang biasa dipakai.

Modifikasi asma berdasarkan National Asthma Education Program (NAEPP)

    Asma Ringan
-             Singkat (< 1 jam ) eksaserbasi symptomatic < dua kali/minggu
-             Puncak  aliran udara ekspirasi > 80% diduga akan tanpa gejala
    Asma Sedang
-             Gejala asma kambuh >2 kali / mingggu
-             Kekambuhan mempengaruhi aktivitasnya
-             Kekambuhan mungkin berlangsung berhari-hari
-             Kemampuan puncak ekspirasi /detik dan kemampuan volume ekspirasi berkisar antara 60-80%.
    Asma Berat
-             Gejala terus menerus menganggu aktivitas sehari-hari
-             Puncak aliran ekspirasi dan kemampuan volume ekspirasi kurang dari 60% dengan variasi luas
-             Diperlukan kortikosteroid oral untuk menghilangkan gejala.

Pemeriksaan Asma Terhadap Ibu Hamil
1. Riwayat Asma
Pasien dengan riwayat asma yang telah berlangsung sejak lama ditanya sejak kapan, derajat serangan-serangan sebelumnya. Penggunaan kortikosteroid yang telah lalu, riwayat sering dirawat di rumah sakit, riwayat ventilasi mekanik yang pernah dialami, atau perawatan di ruang rawat darurat yang baru dialami dapat memberikan petunjuk bagi adanya serangan lebih parah atau membandel yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
2. Pemeriksaan Fisik
Serangan yang parah dicurigai dari adanya sesak nafas pada waktu istirahat, kesulitan mengucapkan kalimat, diaforesis atau penggunaan otot-otot pernafasan tambahan. Kecepatan respirasi lebih besar dari 30 kali/menit, nadi berdenyut lebih cepat dari 120 kali/menit dan pulsus paradoksus yang lebih besar dari 18 mmHg menunjukkan serangan berat yang berbahaya.
Gejala yang ditemui : wheezing sedang sampai bronkokonstriksi berat. Bronkospasme akut dapat bergejala obstruksi saluran nafas dan menurunnya aliran udara. Kerja system pernafasan menjadi meningkat drastis dan pada pasien dapat dilihat gerakan dada yang tertinggal, wheezing atau kesukaran bernafas. Peristiwa berikutnya pada refleks oksigen primer terjadi reflek ventilasi perfusi yang tidak sepadan karena distribusi dari saluran udara (bronchus) secara merata tidak terjadi.
Adapun tingkatan klinik asma dapat dilihat pada table berikut dibawah ini
·      Tingkatan PO2 PCO2 pH FEV1
·      (% predicted)
·      Alkalosis respiratori sedang Normal ↓ ↑ 65 – 80
·      Alkalosis respiratori ↓ ↓ ↑ 50 – 64
·      Tingkat waspada ↓ Normal Normal 35 – 49
·      Asidosis respiratori ↓ ↑ ↓ < 35
Pada kasus asma sedang, hipoksia pada awalnya dapat dikompensasi oleh hiperventilasi, sebagai refleksi dari PO2 arteri normal, menurunnya PCO2 dan alkalosis respiratori. Akibat penyempitan saluran udara yang bertambah berat gangguan ventilasi perfusi menjadi bertambah berat juga dan arterial hipoksemi terjadi. Pada obstruksi berat, ventilasi menjadi berat karena fatigue menjadikan retensi CO2.Pada hiperventilasi, keadaan ini hanya dapat dilihat sebagai PCO2 arteri yang berubah menjadi normal. Akhirnya pada obstruksi berat yang terjadikegagalan pernafasan dengan karakteristik hiperkapnia dan asidemia.
Walaupun perubahan ini bersifat reversibel dan dapat ditoleransi pada wanita tidak hamil namun, setiapa awal derajat tingkatan asma sangat berbahaya untuk wanita hamil dan bayinya. Penurunan kapasitas fungsi residu dan peningkatan efektif shunt menyebabkan wanita hamil lebih rentan terhadap hipoksia dan hipoksemia.
3. Pemeriksaan Fungsi Paru
Pemeriksaan fungsi paru seringkali normal dalam masa remisi. Selama masa serangan akut dan kadang-kadang ketika tidak ada simptom, volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) berkurang dan juga kapasitas vital paksa (FVC) mengalami penurunan yang secara proporsional lebih kecil sehingga perbandingan FEV1 terhadap FVC menjadi berkurang (< 0,75). Dapat juga dijumpai hiperinflasi dengan kenaikan volume residual (FRC).
4. Pemeriksaan-pemeriksaan Laboratorium
a. Spirometri
Pengukuran yang objektif terhadap aliran udara sangat penting dalam evaluasi dan terapi terhadap serangan. Perawatan di rumah sakit dianjurkan bila FEV1 inisial kurang dari 30% dari harga normal atau tidak meningkat hingga paling sedikit 40% dari harga normal setelah diberikan terapi kuat selama 1 jam.
b. Gas-gas Darah Arteri (GDA)
Ketimpangan ventilasi dan perfusi (ketimpangan V/Q) akibat obstruksi jalan nafas akan menimbulkan peningkatan selisih tekanan oksigen alveolar-arterial [P(A-a) O2] yang berkorelasi secara kasar dengan keparahan serangan. Tekanan oksigen arterial (Pa O2) kurang dari 60 mmHg bisa merupakan tanda suatu serangan akut atau keadaan yang menyulitkan.
Hampir semua pasien asma yang mengalami serangan ringan hingga sedang-berat akan mengalami hiperventilasi dan mempunyai tekanan CO2 arterial (Pa CO2) kurang dari 35 mmHg. Pada serangan berat atau yang berlangsung lama Pa CO2 bisa meninggi sebagai akibat dari kombinasi obstruksi berat jalan nafas, perbandingan V/Q yang tinggi menyebabkan peningkatan ventilasi, dan kelelahan otot-otot pernafasan. Pa CO2 yang meninggi bisa merupakan tanda bagi kegagalan pernafasan yang sedang mengancam.
Pa CO2 lebih besar dari 40 mmHg yang berkelanjutan dan disertai tanda-tanda lain asma berat, hendaknya dikelola dalam unit perawatan intensif dengan evaluasi yang seksama untuk mengetahui perlu tidaknya diberikan intubasi atau ventilasi mekanik.
c. Foto Thorax
Foto Thorax perlu dilakukan ringan. Pertimbangkan usia kehamilan
Diagnosis dan pemantauan penyakit
Ø Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala episodic obstruksi aliran jalan napas
Ø Derajat asma dikelompokkan berdasarkan frekuensi dan derajat berat gejalanya, termasuk gejala malam, episode serangan, dan faal paru.
Ø  Pasien asma persisten harus dievaluasi minimal setiap bulannya selama kehamilan. Evaluasi termasuk riwayat penyakit (frekuensi gejala, asma malam hari, gangguan aktivitas, serangan dan penggunaan obat ), auskultasi paru, serta faal paru
Ø  Uji spirometri dilakukan pada diagnosis pertama kali, dan dilanjutkan dengan pemantauan rutin pada kunjungan pasien selanjutnya, tetapi pengukuran APE dengan peak flow meter biasanya sudah cukup. Pasien dengan VEP1 60-80% prediksi meningkatkan risiko terjadinya asma pada kehamilan, dan pasien dengan VEP1 kurang dari 60% prediksi memiliki risiko yang lebih tinggi

Penatalaksanaan asma pada kehamilan
      Penyesuaian terapi untuk mengatasi gejala.
      Pengobatan untuk mencegah serangan dan penanganan dini bila terjadi serangan.
      Pemberian obat sebaiknya inhalasi, untuk menghindari efek sistemik pada janin.
      Pemeriksaan fungsi paru ibu.
      Pada pasien yang stabil, NST dilakukan pada akhir trimester II/awal trimester III.
      Konsultasi anestesi untuk persiapan persalinan.

Penatalaksanaan asma kronis pada kehamilan harus mencakup :
      Penilaian obyektif fungsi paru dan kesejahteraan janin
      Menghindari faktor pencetus asma
      Edukasi
      Terapi farmakologi selama kehamilan (asma intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang, dan asma persisten berat)
Asuhan kebidanan yang diberikan
1.      Pada kehamilan
Penderita asma di bawah pengawasan medis sepanjang kehamilannya memiliki kesempatan yang sama baiknya untuk menjalani kehamilan yang normal, jika asma dalam keadaan terkendali, hanya memilik sedikit efek pada kehamilan. Tujan utamanya adalah pencegahan episode hipoksia untuk ib dan janin. Sebagai bidan, kita harus memberikan edukasi dan nasehat pada pasien untuk menghindari dan mengontrol pencetus asama ( zat alergen, merokok, aspirin, dan aktifitas fisik berlebih). Usahakan untuk menghindari flu dan infeksi pernapasan lain, serta obati dengan obat yang telah diresepkan dokter apabila terjadi serangan asma.
2.      Pada persalinan
Diusahakan persalinan per vaginam. Bila penderita dalam serangan, kala II diperpendek dengan tindakan vakum/forsep (kolaborasi). Seksio dilakukan hanya indikasi obstetri.
(Fadlun dan  Achmad Feryanto:2011)
Penatatalaksanaan pada pasien yang mengalam serangan asma  disesuaikan dengan derajat
1.      Serangan asma ringan
Jika dengan sekali nebulisasi  pasien menunjakan dengan respon yang baik  berarti derajat serangannya ringan.Pasien diobservasi selama 1-2 jam,jika respon tersebut bertahan berarti serangan telah berakhir,pasien dapat dipulangkan dan dibekali obat agonos (hirupan atau oral) dan diberi tiap 4-6 jam.Jika pencetus serangannya adalah virus dapat ditambahkan steroid oral  dalam jangka pendek 3-5 hari.
2.      Serangan asma sedang
Jika dengan pemberian  nebulisasi  2-3 kali,pasien hanya menunjukan respon parsian,kemungkinan derajat serangannya sedang.untuk itu perlu dinilai derajatnya:
Apabla alat nebuliser tidak tersedia maka sebagai alternatif lain dapat digunakan spacer yang dhubungkan  dengan obat inhler.pada serangan asma ringan dan sedang,metode ini sama efektifya dengan pmberian nebulisasi,sedangkan pada serangan berat nebuliser ,masih lebih unggul.
3.      Serangan asma berat
Bila dengan 3 kali nebulisasi  berturut-turut pasien tidak menunjukan  respon buruk, yaitu tanda dan gejala masih ada (pemakaian ulang sesuai pdoman) maka pasien harus dirawat diruang inap.dalam derajat ini pasien harus segera ditangani  dengan pemberian oksigen.oksgen 2-4 l/menit  diberikan sejak awal harus dberikan  termasuk saat nebulisasi.pasang jarum perenteral  dan lakukan foto toraks.Jika sejak penilaian  awal pasien mengalami serangan berat,nebulisasi perlu dberikan  satu kali langsung dengan agonis dan antikolinergik.
Nebulizer digunakan mengarahkan udara atau oksigen dibawah tekanan melalui   suatu larutan obat, sehingga menghasilkan kabut untuk dihirup oleh penderita.











Dosen : Kartini, S.SiT. M. Kes
Tugas : Askeb VI Patologi

PENYAKIT YANG MENYERTAI KEHAMILAN DAN PERSALINAN
“ASMA”







OLEH :
YULI ANDRIANI H
ERVINA NOVITASARI
SALBIAH
NURHIJRAH

AKADEMI KEBIDANAN PELITA IBU
KENDARI
2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar